Pemikiran Muqsith mengenai pluralisme memang kerap menjadi sorotan, beliau sangat tertarik dalam menelaah sesuatu yang berkaitan dengan pluralisme karena dalam hal ini para ulama berbeda pendapat dalam mengambil sikap. Secara luas, pluralisme merupakan paham yang menghargai adanya perbedaan dalam suatu masyarakat dan memperbolehkan kelompok yang berbeda tersebut untuk tetap menjaga keunikan budayanya masing-masing. Selain itu, dalam konsep pluralisme, kelompok-kelompok yang berbeda memiliki kedudukan yang sama. Keberagaman budaya dan tradisi di Indonesia memang menuntut adanya pluralisme secara total, bahkan Muqsith sendiri tegaskan bahwa dalam Al-Qur’an, hak orang yang bahkan berbeda keyakinanpun akan tetap mendapat jaminan selama tidak mengusik ketenangan orang Islam dalam beribadah. Moqsith menyatakan bahwa Islam mengakui eksisitensi agama-agama yang ada dan menerima beberapa prinsip dasar ajarannya. Namun, menurutnya hal ini bukan berarti bahwa semua agama adalah sama. Sebab, setiap agama memiliki kekhasan, keunikan dan karakteristik yang membedakan satu dengan yang lainnya.
Sedikit interaksi dengan dunia luar membatasi ruang lingkupnya, setiap hari ia hanya membaca Alquran dan buku-buku tentang keislaman, dia juga membaca pertentangan Islam dan Kristen, ia mulai prihatin mengenai pertentangan antar agama apalagi ketika ia menjumpai kesalahpahaman arti pluralisme diantara ulama. Pertama pandangan yang mengatakan bahwa pluralisme itu menyamakan agama, kedua pluralisme tidak mengakui agama-agama. Kedua hal ini membuat moqsith mulai mendalami tentang agama lain. Pemikirannya semakin terbuka ketika ia mulai belajar di sekolah tinggi filsafat Driyarkara, Jakarta dan sekolah tinggi teologi Jakarta. Ia mulai berharap besar terhadap pluralisme karena menurutnya itu akan mempersatukan Indonesia, maka ia mengusulkan para penggiat pluralisme masuk ke dalam tiga ranah yaitu kultural, pendidikan dan politik.cenderung berkumpul dengan orang dalam satu agama di dalam pelajaran pun muncul peraturan yang diskriminatif.
Muqsith sangat tertarik terhadap paham pluralisme yang mendapat berbagai respon yang berbeda dari berbagai kalangan dalam buku karyanya yang berjudul Argumen Pluralisme Agama: Membangun Toleransi Berbasis Alquran, ia mengatakan bahwa secara eksplisit Islam tidak hanya mengakui ajaran dan agama orang lain, namun Allah juga akan menyelamatkan mereka selama mereka mengerjakan dengan sungguh-sungguh apa yang mereka yakini.Muqsith menegaskan bahwa Islam mengakui Eksistensi agama lain dan menerima prinsip dasar ajaran agama lain, Muqsith tidak mengatakan bahwa semua agama sama karena agama memiliki karakter dan kekhasan masing-masing, ia malah menegaskan bahwa ia tidak sependapat atas penafsiran al-zamakhsyari yang mengatakan orang yang beragama samawi (Yahudi Nasrani dan Syabiah) akan masuk surga apabila mengikuti ajaran agamanya dengan sungguh-sungguh.
Penafsiran seperti itu adalah penafsiran yang berasumsi bahwa para nabi yang menyebarkan risalah saling bertentangan dan berbeda sehingga menghapus risalah yang sudah ada dari nabi sebelumnya. Perbedaan dari ajaran Islam Nasrani dan Yahudi bukan dari prinsip dasarnya namun dari syariat yang diembannya. untuk itu ajaran yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu alaihi Wa sallam bukan modifikasi dari ajaran-ajaran sebelumnya. Selain itu, penjelasan Moqsith dalam bukunya Argumen Pluralisme Agama sama sekali tidak menyebutkan satu pun hadis-hadis yang berkenaan dengan masalah iman. Padahal banyak sekali hadis-hadis akan hal itu yang isinya menerangkan perihal iman yang di dalamnya ada perintah untuk beriman kepada Nabi Muhammad SAW dan apa yang dibawanya.
Oleh: H Erdi Hardiman
Anggota Komisi Antar Umat Beragama MUI Kota Bandung